Senin, 26 September 2011

PUISI DUNIA

Menjelang Tibanya Tangis Pertamamu


Anakku
ketika kunantikan saat kelahiranmu
bersama tangis sendu yang melemas rindu
terasa waktu berganjak terlalu lambat
sehingga kadangkala kurasakan
debar dan cemas itu
saling datang pergi membawa segala

Anakku
dalam lambatnya waktu yang tiba
kutanam harapan setinggi gunung
betapapun taufan dan badai silih berganti
menghempap duka dan seksa di hati
namun ia tidak terasa lagi
hanya sekadarkan yang datang itu
bagai elus lembut angin laut membujuk
membisik sebuah rindu dan kasih saying
menjelang tiba tangis pertamamu yang panjang

Akhirnya kau pun datang anakku
dengan penuh keredaan pada yang merestuinya
betapa tangan kecilmu tergapai-gapai
bersama tangis nyaring mengusik hati
dan penderitaan selama menantimu pun
tenggelam sudah dalam wajah comelmu yang merah jambu

Papamu di seberang
menerima kehadiranmu dengan syukur segala rasa
menjamahmu dengan gamit sebuah bahagia
bersamanya ada doa seluas lautan
bersamanya juga terbina harapan menjangkau awan
agar dewasamu nanti
menjadi teras sebuah impian
buat mama, papa dan keluarga

Demikian anakku
impian suci mama papamu
di saat menjelangnya tangis pertamamu
darimu yang menguntum segala

Indas
Julai 1987

~buat Firuz Akhtar

(Dikutip dari Bunga Rampai Sastera Parsi)
Tiada kau tangisi tanpa sesuatu,

Sebenarnya,
Perdana Menteriku,
Kata-katamu pedomanku,
Tingkah lakumu teladan bagiku,

Sebenarnya,
Perdana Menteriku,
Kaulah inspirasiku.

Datuk Ahmad A. Talib
-dedikasi buat Dr M


Tiada Tajuk


Haramlah semua yang asyik
memandangkan selain Dia
jika wujud Tuhan dan cahayaNya
memancarlah sinar terang
segala yang kukatakan ini tiada
selain Kau satu semata
dariMu segala yang lain ini
lahir menjelang rupanya

~ Muhyi al-Din Ibn al-Arabi

(Sastera Sufi, sebuah antologi)



Dapatkah Kudekapmu ~ Kemala




Dapatkah kudekapmu di detik ini
dalam samar mata
waktu usia direcup uban muda
alpa tiba bagai kenangan
tiba menunda memukul dada.

Dapatkah kudekapmu di detik ini
waktu bulan samar di pucat musim
usia bak perjalanan
mengenal terminal malam
obor malam berbalam
berpuput angin tengah benua.

Dapatkah kudekapmu di detik ini
bagai hangat kelmarin memecah wajah
waktu hati mudalela
cendekia melayang sesaat
indah hanyamu mawar segala
pada setiap sudut kata
mata rohani menyambar hangat
tak kuacuh sapaan malaikat.

Dapatkah kudekapmu lagi di detik ini
bulan kasih selembut angin
sutra hati bergetar aneh
bibirmu madu
mencumbu syahdu.

Dapatkah kudekapmu lagi di detik ini
bagai pemuda alKahfi
dipilih Ilahi
memaut imani
waktu pantas menyihir seni
cinta tinggal terkapai
di pentas, selengkung bulan rawan.

Kemala
Condet, Pulau Jawa
Januari 2001
(ZIARAH TANAH KUDUP, 2006:38-39)


Aida Di Tengah Malam ~ Anna Abadi

(Dedikasi khusus buat dirinya)

Di tengah malam yang hening
kala mata sudah kuyu
atau memang sudah pun terlena
enak dibuai mimpi indah
dia masih setia di sini
berteduh di Teratak ini…

Celoteh tanpa suaranya menemani
mereka yang keseorangan
mereka yang perlu berteman
mungkin juga bergurau senda
dengan si ‘dahan a.k.a dd’ penjaga masa
adakalanya dia bersendirian
namun tetap setia di sini…
berteduh di Teratak ini…

Kenapa di malam hening?
lewat dinihari menyapa…
kenapa tidak di kala malam muda?
ohh..jangan salahkannya
beza masa benua Eropah-Asia
5 jam kita mendahuluinya….

Aida di tengah malam
jari-jemari tetap setia menaip
kata-kata buat 2-3 Teratakian
yang masih segar terjaga
samada benar belum terlelap
atau turut berada di perangkap masa
yang berlainan waktu siang dan malamnya
dari bumi Malaysia tercinta

Aida di tengah malam
walau kehadirannya sebentar cuma
sementara menemani trip ayah
seminggu di bumi Hitler
tetap mencuri perhatianku
dia kugelar Aida di tengah malam
sesuai dengan karektornya
yang istimewa dan mencuit hati
Aida yang pasti dirindui…..

Aida di tengah malam
semoga kembalimu ke tanahair
menjadi Aida di tengah siang
jangan terus menyepi…..
Teratak ini pasti sunyi…

Anna Abadi
18 April 2004


Puisi Chairil Anwar – Tak Sepadan


Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros

Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Chairil Anwar
Februari 1943

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2011 @ Wiwin-Saputra!
Design by Wordpress Manual | Bloggerized by Free Blogger Template and Blog Teacher | Powered by Blogger